Bukan prihal cepat atau tidaknya menyandang gelar sarjana, tolok ukur kesesuksesan seseorang bisa ditentukan. Begitupun Indeks Prestasi Komulatif (IPK), tinggi rendahnya sebuah nilai seseorang pun bukan menjadi barometer keberhasilannya kelak.
Ini kalimat yang sering saya dengar dan
diperbincangkan dalam kampus. Bahkan, bagi sebagian orang beranggapan, pembeda
antara mahasiswa yang satu dengan yang lainnya adalah proses yang dilewati
selama di bangku kuliah, maksud saya pengalaman yang didapat. Entah itu hanya
apologi atau sebuah realitas.
Diskusi malam. Himpunan Mahasiswa Bahasa di Kampus sedang mendiskusi kegiatan (Foto; Dokumen pribadi) |
“Bagi saya pribadi, saya tidak ada masalah kalau
mereka kuliah lama. Selama waktu yang mahasiswa pakai itu, digunakan untuk
agenda-agenda positif. Ingat kata-kata saya ini, mungkin ada teman anda yang
wisudawan terbaik tapi tidak pernah berorganisasi atau tidak memiliki kesibukan
diluar yang membantu membentuk mental dan menambah wawasan berpikirnya, ia
hanya akan mendapat tepuk tangan pada saat itu juga (baca:wisuda) tapi coba
bandingkan 5 sampai 10 tahun kedepan dengan teman-teman anda yang menyiapkan
ruang untuk belajar di luar bangku kuliah, kebanyakan diantara mereka jauh
lebih berhasil,” Begitu tutur mantan Rektor Universitas Paramadina kepada saya.
Saya juga ingat, ini saya dapat dari salah satu
pejabat di kampus tempat saya menimba ilmu, namanya Prof. Jasruddin. Katanya,
IPK hanya mengantarkan kita pada pintu (maksudnya
“Pintu” tempat kita, misalnya melamar kerja) selebihnya jika sudah berada
dalam ruangan, maka yang terjadi adalah pertarungan pengalaman yang diperoleh
selama ini.
Tak hanya itu, beberapa dari pengalaman selama jadi
wartawan kampus dan melalui beberapa organisasi lainnya, ketika bertemu dengan
sejumlah orang hebat ini menurut subjektifitas saya. Tak sedikit diantara
mereka, menyarankan untuk betul-betul memanfaatkan waktu selama kuliah.
Katanya, di S1-lah mahasiswa diharapkan mencari sebanyak-banyaknya ilmu.
Bahkan, hampir semua dosen dan pejabat yang ada kampus nyaris tidak ada yang
tidak pernah mencicipi yang namanya organisasi. Minimal itu menjadi indikasi,
begitu penting organisasi bagi mahasiswa. Saya pribadi merasakan hal demikian.
Tulisan diatas hanya sekadar kilas balik dari apa
yang menjadi cerita saya hingga hari ini.Tidak dinafikkan bahwa, berkerumul dengan orang-orang hebat, akan terciprak juga ilmunya.Pada sebuah artikel yang pernah saya baca, penulis menafsirkan bahwa pengalaman bukanlah bertemunya antara intelektual dengan realitas tapi lebih pada pencelupan eksitensi kita di dalam kondisi sosial. Artinya apa, pengalaman lebih menekankan bagaimana seseorang hadir di tengah-tengah kemajemukan dan peka atas realitas sosial yang terjadi.
Sekali lagi saya katakan, ini bukan sebuah apologi atau bentuk pemaafan dari apa yang menimpa saya. Ini hanya sekadar bahan sharing bagi siapa saja yang menilainya sebagai suatu ilmu. Karena saya juga tercederai, saya gagal pada wilayah manage waktu. Akhirnya, kuliah 5 tahun lebih adalah konsekuensi dari jalan yang saya ambil.
Semoga saja, kita tidak menyianyiakan waktu untuk selalu gelisah....
***Asri Ismail (12/12/14)
Sekali lagi saya katakan, ini bukan sebuah apologi atau bentuk pemaafan dari apa yang menimpa saya. Ini hanya sekadar bahan sharing bagi siapa saja yang menilainya sebagai suatu ilmu. Karena saya juga tercederai, saya gagal pada wilayah manage waktu. Akhirnya, kuliah 5 tahun lebih adalah konsekuensi dari jalan yang saya ambil.
Semoga saja, kita tidak menyianyiakan waktu untuk selalu gelisah....
***Asri Ismail (12/12/14)