Fenomena kagum-mengagumi adalah kondisi klasik yang
kerap kita jumpa dalam konteks lingkungan apapun. Hampir setiap orang memiliki rasa
itu. Dan itu tidak dapat kita bantah, sebab persoalan mengagumi lebih pada
wilayah rasa yang semula hanya “tercium” oleh indra, lalu lambat laun akan
terkuasai dengan keinginan untuk menjadi seperti dia (orang yang dikagumi, redI).
Saya pribadi, juga sering kali kagum pada sosok
yang saya anggap amazing, pada
orang-orang yang rasanya mampu menjadi panutan bagi saya. Beberapa tokoh cukup
pernah jadi idola saya. Namun, itu ternyata membuat saya terkadang lupa
daratan. Seolah-olah hanya dengan membalikkan telapak tangan, maka dengan
mudahnya bakal menjadi seperti mereka.
![]() |
(Foto : Google Search) |
Entah apa yang merasuki saya, sehingga hari ini
tepat pukul 05.00 wita, di sebuah Warkop idola saya ini, saya malah tertarik
membahas esensi dari kekaguman itu. Kata kagum kalau ditelisik secara definisi
kata ini bermakna pujian, atau pemberian apresiasi dalam bentuk “kado” rasa
yang mengarahkan ke sisi positif.
Heran juga, ketika saya malah menemukan sejumlah
tingkah seseorang yang memiliki rasa kagum tapi kalau saya nilai berlebih,
mungkin sudah tidak lagi ada kadar kagum yang terkandung didalamnya tapi
fanatik. Misalnya, ia memberikan perlakuan yang berbeda terhadap orang yang
dikaguminya itu, memasang beberapa foto mereka di dinding kamar, atau bahkan
disimpan didompetnya. Namun, parahnya ia sama sekali belum pernah bertatap muka
secara langsung. Aneh kan? tapi itulah yang terjadi.
Sering kali, saya membaca kisah –kisah inspiratif
dari beberapa pengalaman orang. Biasanya juga sih mengetuk pintu hati dan
membuka pikiran untuk berbuat demikian. Hanya saja, rasanya untuk menyamainya
mustahil, sebab saya masih yakin Tuhan menciptakan kita dengan fisik dan sifat
yang berbeda-beda, tentu juga akan memberikan pengalaman hidup yang berbeda
pula.
Saya pernah membaca artikel, katanya mengagumi
orang itu sama saja seperti cicak. Jika melihat sesuatu yang indah makan akan
berbunyi, “Ckckckc”. Maksudnya, ketika
kita melihat orang yang kita anggap hebat, kita selalu menggeleng-gelengkan
kepala, sebagai tanda “kagum” . Itu analogi kecil yang digambarkan si penulis
artikel itu.
Untuk itu, berhentilah menjadi generasi cicak hehehe…,
marilah kita mencoba mengubah mindset,
bagaimana menjadi inspiratif bagi orang. Belajar mengagumi diri sendiri, tak
perlu kita sibuk-sibuk mencari orang untuk kita kagumi.
Semestinya, yang perlu kita kagumi adalah Tuhan,
sebab semua percaya hanya Tuhan-lah yang memberikan atas apa yang kita miliki
saat ini. Maka, sebaiknya porsi kagum itu hanya kita patri kan kepada-Nya.
_Asri Ismail (13/2)