Wednesday, 24 October 2012

Kebudayaan Barat Vs Budaya Indonesia

Kemarin ada teman bertanya, apakah sudah ada kado valentine yang kamu beli? spontan saja saya jawabnya, tidak ada.  Jujur secara pribadi saya orang yang kontra dengan perayaan hari valentine ini . Apalagi, hari tersebut bukan hasil dari kebudayaan Indonesia.
Ironis, jika kita sebagai bangsa Indonesia yang ternyata mengadopsi budaya barat yang tidak jelas historis dan filosofinya. Bukan rahasia umum lagi, hari yang diidentik dengan hari kasih sayang ini setiap tahunnya selalu dirayakan oleh segelintir orang untuk  menunjukkan rasa sayang terhadap pasangannya.Misalnya saja, saling bertukar kado atau apa saja yang dianggapnya mampu menumbuhkan kesan cinta.
Hari yang jatuh pada setiap tanggal 14 februari tersebut bahkan sudah meregenerasi kepada hampir seluruh elemen masyarakat yang memercayai tentang keberadaan hari tersebut sebagai momentum untuk semakin merekatkan kasih sayang. Namun, mungkin saja sejumlah orang tidak sadar, hadirnya hari tersebut ditengah-tengah bangsa indonesia menjadi indikasi bagaimana budaya barat semakin jauh menggerogoti kebudayaan kita . Parahnya lagi, hal itu seakan menjadi salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia dan patut untuk selalu
diperingati dalam berbagai acara dan tentunya tidak keluar dari konteks kasih sayang.
Tak hanya itu, ternyata hari valentine ini juga sudah menyentuh pada wilayah religius masyarakat. Lihat saja, orang-orang yang turut mengadakan acara-acara dalam rangka memperingati hari tersebut kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang menamakan dirinya sebagai penganut agama yang baik. Sementara, dalam kitab mana pun tidak ada yang menjelaskan tentang hari itu. Tak jarang pula, meruntuhkan nilai agama tatkala Valentine Day itu mulai menular menjadi nafsu birahi. Tentunya, hal ini semakin menjauhkan kita dari syariat agama

Jika ditelisik dari sejarah munculnya hari Valentine ini, ditemukan sejumlah versi yang berbeda mengenai asal-usul hari Valentine. Sejumlah literatur yang saya baca, salah satunya dalam blog Rusdi Gunawan menuliskan bahwa  valentine adalah nama orang. Ia adalah seorang biarawan Katolik yang menjadi martir. Kala itu, Valentine menerima hukuman mati karena menentang aturan yang ditetapkan oleh kaisar Claudius II. Dalam peraturannya, sang kaisar melarang pemuda Romawi untuk menjalin hubungan cinta apalagi menikah. Alasannya, para pemuda tersebut akan dikirim ke medan perang.

Namun, Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta. Ia menikahkan sejumlah pasangan yang tengah dilanda cinta. Meskipun, aksi tersebut dilakukan dengan diam-diam tanpa sepengetahuan Kaisar Calidius II. Hingga akhirnya, ia ketahuan dan dipenjara lalu divonis mati.

Hanya saja, sebelum kepalanya dipenggal pada tanggal 14 februari. Valentine menyempatkan diri untuk menulis disebuah kertas yang ditujukan kepada seorang gadis yang menjadi temannya saat dipenjara, gadis itu adalah anak dari penjaga penjara yang bernama Julia. Diakhir pesannya, ia menuliskan kata “Dengan Cinta dari Valentinemu,”.

Bermula dari situlah, sehingga setiap tanggal 14 februari orang diberbagai belahan dunia merayakannya sebagai hari kasih sayang. Valentine dikenang sebagai pejuang cinta sementara kaisar  Caludius II sebagai orang yang berusaha menghentikan keberadaan cinta.

Komersialisasi dan Disintrepretasi Valentine’s Day
Tak heran jika menjelang momentum Valentine’s Day, sejumlah media massa baik cetak maupun media elektronik gencar mempromosikan beragam benda yang menarik untuk dikemas sebagai hadiah. Begitupula dengan sejumlah tokoh yang memang khusus menyediakan kado valentine, biasanya ruangan toko-toko tersebut dihiasi dengan warna pink sebagai simbol hati yang bermakna kasih sayang.

Terkhusus, dalam menyambut hari valentine disediakan berbagai pernak-pernik hadiah yang berwarna pink, ataupun kado coklat serta kartu-kartu valentine yang bertuliskan tentang cinta. Disinilah para pedagang meraut untung, tak ubahnya dengan perayaan hari-hari besar lainnya, baik yang berasal dari negara maupun hari besar keagaman.

Komersialisasi semacam ini sudah menjadi hal lumrah dalam memperingati hari kasih sayang sedunia itu. Apalagi, kecil kemungkinan pemodal meraih kerugian. Gemerlap Valentine’s Day, tak membuat para kaum muda sebagai subjek mayoritas, untuk merogohkan sejumlah uang yang dimiliki hanya untuk membeli barang-barang yang akan digunakan dalam pesta kasih sayang tersebut.

Disamping komersialisasi, para penganut Valentine’s Day ini ternyata memaknai hal tersebut tidak sesuai dengan arti sebenarnya. Dalam artian mengalami degradasi. Padahal, valentine day adalah hari dimana seseorang berbagi kasih sayang yang tidak hanya ditujukan kepada pasangan, tapi juga bisa kepada sahabat, saudara maupun orang tua.

Justru realitas yang terjadi, mereka yang merayakan hari itu malah kebanyakan merubahnya sebagai hari bebas maksiat. Definisi kasih sayang yang mereka anut sengaja dibelokkan menjadi sebuah pemaksiatan atau seks bebas. Kapitalisme cinta telah merusak moral mereka, ia tak tanggung-tanggung mengeskpresikan bukti cintanya dalam bentuk hubungan intim.

Memiriskan memang efek yang disebabkan Valentine’s Day, sebagai akibat salah tafsir yang dilakukan para penikmat hari kasih sayang itu. Hanya saja, sejumlah aksi bejat yang terjadi justru dari tahun  ke tahun semakin mengkokohkan hari itu. Bahkan, semakin meningkatkan kreatifitas mereka dalam menjalani dan merayakan Valentine.

Sebenarnya hari Valentine tidak mesti dirayakan pada tanggal 14 Februari saja, setiap harinya orang-orang bisa menunjukkan kasih sayangnya. Apalagi, kita yang mayoritas Islam sudah jelas tidak ada dalam ajaran mengenai hari kasih sayang itu. Jika kita termasuk orang-orang yang memilki akal yang masih dalam taraf baik, segoyianya mampu bertindak dengan baik pula tak mesti kita ikut-ikutan dalam gemerlapnya.

Dalam firman Allah SWT, di Surah Al Baqarah, ayat 256, menjelaskan, “Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Tentu jika kita berpedoman dengan Alqur’an tersebut, maka tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk menjauhi segala larangannya, termasuk Hari Valentine.
Semoga kita tetap komitmen untuk tidak menjalankan bahan impor kebudayaan barat yang satu ini. ***

_Asri Ismail




















Comments
0 Comments

No comments:

Entitas dari cerita itu lahir dari perenungan atas ide dan bahasa mewadahi perlakuannya. Menulislah...