Ironis, jika kita
sebagai bangsa Indonesia yang ternyata mengadopsi budaya barat yang tidak jelas
historis dan filosofinya. Bukan rahasia umum lagi, hari yang diidentik dengan
hari kasih sayang ini setiap tahunnya selalu dirayakan oleh segelintir orang
untuk menunjukkan rasa sayang terhadap
pasangannya.Misalnya saja, saling bertukar kado atau apa saja yang dianggapnya mampu
menumbuhkan kesan cinta.
Hari yang jatuh pada
setiap tanggal 14 februari tersebut bahkan sudah meregenerasi kepada hampir
seluruh elemen masyarakat yang memercayai tentang keberadaan hari tersebut
sebagai momentum untuk semakin merekatkan kasih sayang. Namun, mungkin saja
sejumlah orang tidak sadar, hadirnya hari tersebut ditengah-tengah bangsa
indonesia menjadi indikasi bagaimana budaya barat semakin jauh menggerogoti
kebudayaan kita . Parahnya lagi, hal itu seakan menjadi salah satu kebudayaan
yang ada di Indonesia dan patut untuk selalu
diperingati dalam berbagai acara dan tentunya tidak keluar dari konteks kasih sayang.
diperingati dalam berbagai acara dan tentunya tidak keluar dari konteks kasih sayang.
Tak hanya itu, ternyata
hari valentine ini juga sudah menyentuh pada wilayah religius masyarakat. Lihat
saja, orang-orang yang turut mengadakan acara-acara dalam rangka memperingati
hari tersebut kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang menamakan dirinya
sebagai penganut agama yang baik. Sementara, dalam kitab mana pun tidak ada
yang menjelaskan tentang hari itu. Tak jarang pula, meruntuhkan nilai agama
tatkala Valentine Day itu mulai
menular menjadi nafsu birahi. Tentunya, hal ini semakin menjauhkan kita dari
syariat agama
Jika ditelisik dari
sejarah munculnya hari Valentine ini,
ditemukan sejumlah versi yang berbeda mengenai asal-usul hari Valentine. Sejumlah literatur yang saya
baca, salah satunya dalam blog Rusdi Gunawan menuliskan bahwa valentine adalah nama orang. Ia adalah seorang
biarawan Katolik yang menjadi martir. Kala itu, Valentine menerima hukuman mati
karena menentang aturan yang ditetapkan oleh kaisar Claudius II. Dalam peraturannya, sang kaisar melarang
pemuda Romawi untuk menjalin hubungan cinta apalagi menikah. Alasannya, para
pemuda tersebut akan dikirim ke medan perang.
Namun, Valentine tetap melaksanakan tugasnya sebagai
pendeta. Ia menikahkan sejumlah pasangan yang tengah dilanda cinta. Meskipun,
aksi tersebut dilakukan dengan diam-diam tanpa sepengetahuan Kaisar Calidius II.
Hingga akhirnya, ia ketahuan dan dipenjara lalu divonis mati.
Hanya saja, sebelum kepalanya dipenggal pada tanggal 14
februari. Valentine menyempatkan diri untuk menulis disebuah kertas yang
ditujukan kepada seorang gadis yang menjadi temannya saat dipenjara, gadis itu
adalah anak dari penjaga penjara yang bernama Julia. Diakhir pesannya, ia
menuliskan kata “Dengan Cinta dari Valentinemu,”.
Bermula dari situlah,
sehingga setiap tanggal 14 februari orang diberbagai belahan dunia merayakannya
sebagai hari kasih sayang. Valentine dikenang
sebagai pejuang cinta sementara kaisar
Caludius II sebagai orang yang berusaha menghentikan keberadaan cinta.
Komersialisasi
dan Disintrepretasi Valentine’s Day
Tak heran jika
menjelang momentum Valentine’s Day,
sejumlah media massa baik cetak maupun media elektronik gencar mempromosikan
beragam benda yang menarik untuk dikemas sebagai hadiah. Begitupula dengan
sejumlah tokoh yang memang khusus menyediakan kado valentine, biasanya ruangan
toko-toko tersebut dihiasi dengan warna pink sebagai simbol hati yang bermakna
kasih sayang.
Terkhusus, dalam
menyambut hari valentine disediakan berbagai pernak-pernik hadiah yang berwarna
pink, ataupun kado coklat serta kartu-kartu valentine yang bertuliskan tentang
cinta. Disinilah para pedagang meraut untung, tak ubahnya dengan perayaan
hari-hari besar lainnya, baik yang berasal dari negara maupun hari besar
keagaman.
Komersialisasi semacam
ini sudah menjadi hal lumrah dalam memperingati hari kasih sayang sedunia itu. Apalagi,
kecil kemungkinan pemodal meraih kerugian. Gemerlap Valentine’s Day, tak membuat para kaum muda sebagai subjek
mayoritas, untuk merogohkan sejumlah uang yang dimiliki hanya untuk membeli
barang-barang yang akan digunakan dalam pesta kasih sayang tersebut.
Disamping
komersialisasi, para penganut Valentine’s
Day ini ternyata memaknai hal tersebut tidak sesuai dengan arti sebenarnya.
Dalam artian mengalami degradasi. Padahal, valentine day adalah hari dimana
seseorang berbagi kasih sayang yang tidak hanya ditujukan kepada pasangan, tapi
juga bisa kepada sahabat, saudara maupun orang tua.
Justru realitas yang
terjadi, mereka yang merayakan hari itu malah kebanyakan merubahnya sebagai
hari bebas maksiat. Definisi kasih sayang yang mereka anut sengaja dibelokkan
menjadi sebuah pemaksiatan atau seks bebas. Kapitalisme cinta telah merusak
moral mereka, ia tak tanggung-tanggung mengeskpresikan bukti cintanya dalam
bentuk hubungan intim.
Memiriskan memang efek
yang disebabkan Valentine’s Day,
sebagai akibat salah tafsir yang dilakukan para penikmat hari kasih sayang itu.
Hanya saja, sejumlah aksi bejat yang terjadi justru dari tahun ke tahun semakin mengkokohkan hari itu.
Bahkan, semakin meningkatkan kreatifitas mereka dalam menjalani dan merayakan Valentine.
Sebenarnya hari Valentine tidak mesti dirayakan pada
tanggal 14 Februari saja, setiap harinya orang-orang bisa menunjukkan kasih
sayangnya. Apalagi, kita yang mayoritas Islam sudah jelas tidak ada dalam
ajaran mengenai hari kasih sayang itu. Jika kita termasuk orang-orang yang
memilki akal yang masih dalam taraf baik, segoyianya mampu bertindak dengan
baik pula tak mesti kita ikut-ikutan dalam gemerlapnya.
Dalam firman Allah SWT,
di Surah Al Baqarah, ayat 256, menjelaskan, “Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.”
Tentu jika kita berpedoman dengan Alqur’an tersebut, maka tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk menjauhi segala larangannya, termasuk Hari Valentine.
Semoga kita tetap komitmen untuk tidak menjalankan bahan impor kebudayaan barat yang satu ini. ***
Tentu jika kita berpedoman dengan Alqur’an tersebut, maka tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk menjauhi segala larangannya, termasuk Hari Valentine.
Semoga kita tetap komitmen untuk tidak menjalankan bahan impor kebudayaan barat yang satu ini. ***
_Asri Ismail