Monday 12 February 2018

Merawat Muruah dan Lakon BPK dalam Mengawal Harta Negara


Ilustrasi (Foto: Int)
Balada korupsi yang melanda Indonesia sejak Orde Lama dan Orde Baru tertutupi dengan amat rapi, dikarenakan ketiadaan payung hukum yang mengaturnya. Bahkan, dalam Buku Saku (2017) "Mengenal Lebih Dekat BPK", di masa itu, sangat lazim pengelolaan keuangan negara dijalankan dengan menyimpang dari rencana anggaran semula. Disinyalir, keuangan tersebut tidak diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat. Itulah yang menjadi salah satu alasan, Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) hadir mengintai setiap tingkah laku yang dilakukan selama ini.

Berintegritas, independen, dan profesionalisme adalah narasi keimanan yang menjadi misi BPK. Dalam catatan Gambaran Umum BPK RI, dijelaskan, bahwa integritas mengacu pada sikap yang jujur, objektif, dan tegas. Sementara, independensi dimaksudkan, bahwa BPK bebas dari intimidasi dari mana pun. Begitupula, profesionalisme diarahkan bahwa BPK bekerja menerapkan kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada standar yang berlaku.  Nilai-nilai tersebut tertanam kuat dalam setiap helaan napas pelaku-pelaku "penjaga" harta kekayaan negara itu.

Bertumpu pada sebuah visi yang transformatif, yakni menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. BPK telah berdiri tegak sebagai institusi yang memiliki otoritas penuh meneggakkan pemerintahan yang bersih.

Dalam rangka penegakkan pemerintahan sebagaimana yang dimaksudkan, tentu BPK memerlukan kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat. Khususnya, dalam hal pemahaman mengenai eksistensi BPK, agar nantinya tidak ada komunikasi maupun interpretasi yang bias. Termasuk, pemahaman mengenai definisi pada frasa 'keuangan negara'.

BPK dalam sejarah, ihwal dihadirkannya sebagai nyawa zaman.  BPK  menjadi predator bagi siapa saja yang tak patuh aturan. Tepatnya 1 Januari 1947 dengan landasan asumsi yang kuat, bahwa BPK adalah "seruan" untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara, kaitannya dengan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta apapun yang berwujud rupiah dan barang yang dapat dijadikan milik negara. BPK lahir dan tumbuh dalam berbagai dinamika rezim pemerintahan.

BPK lahir dari amanat UUD Tahun 1945. Pasal 23 ayat (5) UUD tahun 1945 yang menetapkan, bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hal inilah yang menguatkan, bahwa BPK tidak serta merta dihadirkan, akan tetapi sebagai akibat munculnya ketakutan-ketakutan oleh founding father kita, akan kehancuran negara dikarenakan menjamurnya penyelewengan dan sejumlah hal yang dinilai menyimpang.

Sebagaimana yang tertera dalam Buku Saku (2017) "Mengenal Lebih Dekat BPK", peran dan tugas pokoknya diuraikan dalam dua hal. Pertama, BPK adalah pemeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan negara, dari manapun sumbernya. Kedua, BPK harus mengetahui uang negara itu disimpan dan untuk apa uang negara itu digunakan. Secara simplikatif, bahwa masyarakat harus diberi ruang akan informasi yang nyata mengenai penyelenggaraan negara akan pengelolaan keuangan yang dilakukan.

Sejatinya, pemeriksaan terhadap pihak yang mengelola uang negara, berangkat dari sebuah ikhtiar yang mulia. Agar kiranya mereka yang diamanatkan mengelola, bisa menggunakan sebaik-baiknya dan untuk kepentingan rakyat. BPK tidak menginginkan adanya tindakan 'main mata' dalam pengelolaan uang negara.

Perjalanan panjang yang diarungi BPK, menjadikannya semakin kebal akan badai. BPK merupakan lembaga yang tidak boleh terintervensi, berafiliasi, terlebih dikendalikan. BPK benar-benar menjaga muruah amanah. Bebas, mandiri, dan profesional seperti yang ditegaskan dalam UU No.15 tahun 2006. Presiden sekalipun tidak diperbolehkan untuk mencampuri kiprah dan mengendalikan ruang gerak BPK. Oleh karena itu, kedudukan BPK setara dengan presiden.

Terlepas dari hal itu, yang membanggakan, ketika Presiden RI Jokowi mengapresiasi BPK melalui pidato tahunan MPR 2017 di kompleks perleman. Jokowi memuji kinerja BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada tahun 2016 yang menyebet predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Terlebih beragam prestasi BPK yang diakui secara internasional

Prestasi BPK di kancah internasional sudah tidak diragukan lagi. BPK berhasil 'memaniskan' keringat kerja kerasnya. Di antaranya, Auditor to UN Internasional Anatomic Energy Agency Financial Years 2016-2017, Auditor to UN Anti Coruption Academic, FY 2016-2018, Chairman of INTOSAI WGEA, 2014-2018 dan banyak lagi pencapaian yang telah dilakukan oleh BPK selama ini.

Ini pola sistem kerja BPK (Foto: Buku Saku BPK RI 2017)
Namun, tidak dinafikkan BPK masih saja terseok-seok dalam menangani berbagai kasus dan diskursus yang menimpanya. Apalagi, masyarakat, semakin liar mengelabui. Terbukti, banyaknya kasus-kasus yang terjadi selama ini. Salah satunya, penyalagunaan dana desa. Di berbagai daerah, satu-satu persatu kepala daerah tertangkap tangan oleh aparat hukum, karena terbukti melanggar aturan main.  Selain itu, karena para kepala desa tidak menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan uang negara.

Itulah sebabnya, BPK tidak boleh lepas tangan memantau fleksibiltas liukan-liukan para pemangku jabatan, agar pengakuan dan kerja tersebut bisa tetap terjaga. BPK tidak boleh mengingkari subjektif operasionalnya sebagai pengawal entitas harta negara.

Afirmasi yang berbunyi "BPK Kawal Harta Negara" adalah sebuah spirit kebersamaan untuk mencapai titik kulminasi dari berbagai goncangan-goncangan yang setidaknya bisa merecoki keteguhan negara. Untuk itulah, BPK menerobos berbagai potensi-potensi strategis yang kerap dijadikan celah bagi para pengguna keuangan.

Semisal, dengan adanya intruksi setiap warga negara untuk melakukan pelaporan harta kekayaan, khususnya bagi mereka yang ingin atau menjadi abdi negara. Hal itu dimaksudkan agar perjalanan langkah setiap orang akan mudah diketahui mengenai signifikansi keuangan yang dimiliki. Agar transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.

Kemunculan BPK bukanlah melakoni kerja-kerja KPK, akan tetapi kehadiran BPK lebih daripada mencegah kebocoran dan korupsi. BPK mengawal dan mengevaluasi kerja-kerja dan keuangan seluruh elemen dan instansi negara, agar bekerja proporsional. Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar  dalam sambutannya pada saat menggelar sosialisasi dengan tema “Peran, Tugas, dan Fungsi BPK dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa” yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada hari Jumat (14/7), mengatakan, bahwa tugas BPK tidak untuk menjerumuskan atau menangkap orang maupun mempersalahkan, tapi, mendorong agar kita di dalam mempertanggungjawabkan keuangan negara itu secara transparan dan akuntabel.

Sebagaimana gambaran umum sistem kerja BPK;  setelah melakukan pemeriksaan, BPK serahkan kepada DPR, DPRD, dan DPD. Namun, jika dalam laporan tersebut ditemukan unsur pidana, maka akan akan dilaporkan ke aparat penegak hukum. Dan pola kerja yang terakhir BPK berhak memantau tindak lanjut pemeriksaan. Seperti itulah kerangka kerja BPK yang perlu diapresiasi.

Dari berbagai capaian yang dilakukan oleh BPK selama ini jangan hanya dinilai sebagai kenormalan kinerja. BPK dalam berbagai hasil evaluasi yang dilakukan telah berhasil menyelamatkan uang negara. Menyelamatkan isi perut bangsa ini.
Ilustrasi (Foto: Int)

Pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2017 (IHPS I), ditemukan sebuah bongkahan uang negara. BPK dalam pemantau Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) 2010-2014 telah memantau 220.895 rekomendasi hasil pemeriksaan senilai Rp105,04 triliun. Sementara, pada 2015-30 Juni 2017, BPK telah memantau 105.916 rekomendasi yang senilai Rp103,79 triliun.

Begitupula pada pemerintahan pusat. Hasil TLRHP di pemerintahan pusat tertanggal 30 Juni 2017 senilai Rp31,72 triliun kepada entitas pemerintah pusat yang meliputi 97 kementerian/lembaga dan badan lainnya. Dan hasil pemantauan TLRHP pada pemerintahan daerah di tahun yang sama senilai Rp24,19 triliun kepada 542 pemerintah daerah. Belum lagi pada BUMN dan badan lainnya, tentu jika diakumulasi akan lebih banyak.

Dan hasilnya, sungguh mencengangkan. IHPS I tahun 2017, BPK telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp13,70 triliun. Jumlah itu berasal dari penyerahan aset/penyetoran ke kas negara, koreksi subsidi, dan koreksi cost recovery. Ini jumlah yang fantastik dan BPK layak memeroleh tepuk tangan bernada bangga atas keberhasilan tersebut. BPK membuktikan diri sebagai lembaga pengawal harta negara.

Konklusinya, dari sejumlah keberhasilan yang ditunjukkan oleh BPK selama ini dalam mengawal harta negara merupakan wujud kerja nyata. Bukan hanya sebagai efek metodologis. Untuk itulah BPK dan masyarakat semestinya membentuk sinergitas kerja yang dilengkapi dengan kemajuan kesadaran. Agar kiranya, langkah-langkah BPK bisa bekerja tanpa kerepotan dan mengalami tekanan. Alhasil, terciptalah totalitas utuh yang bermuara kepada kesejahteraan menyeluruh.

Sumber data:

BPK RI. 2017. BPK Mendorong Pengelola Keuangan Menjadi Transparan dan Akuntabel. Online. http://www.bpk.go.id/news/bpk-mendorong-pengelola-keuangan-menjadi-transparan-dan-akuntabel
 
Buku Saku BPK RI. 2017. Mengenal Lebih Dekat BPK. Online. http://www.bpk.go.id/news/lomba-nulis-blog-bpk-kawal-harta-negara

BPK RI.2017. Gambaran Umum BPK RI. Online. http://www.bpk.go.id/news/lomba-nulis-blog-bpk-kawal-harta-negara


BPK RI. 2017. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017. Online. http://www.bpk.go.id/news/lomba-nulis-blog-bpk-kawal-harta-negara


BPK RI. 2017. Siaran Pers: BPK Selamatkan Keuangan Negara Senilai Rp13,70 Triliun Pada Semester I Tahun 2017. Online. http://www.bpk.go.id/news/bpk-selamatkan-keuangan-negara-senilai-rp1370-triliun-pada-semester-i-tahun-2017



Comments
0 Comments

No comments:

Entitas dari cerita itu lahir dari perenungan atas ide dan bahasa mewadahi perlakuannya. Menulislah...