Perlahan kamu mulai mengetuk pintu terdalam dari hatimu.
Sedikit piluh, kau katakan kesuksesan tak ada yang melewati tol. Deretan cemas
bersemayam. Coba mengikhlaskan dari apa yang pernah patah. Raut wajah sedikit
kau poles agar tak teridentifikasi. Senyum. Datang dan kembali kau tata. Kau
memang butuh jatuh, agar tahu rasanya sakit.
Cerita banyak orang, yang menyebut kesuksesan sebagai
bertemunya harapan dengan kenyataan, menakar sejauh mana daya peluk yang kau
tawarkan sebelum mengawali. Kadangkala, kau terlalu naif. Membiarkan kegagalan
sebagai suatu takdir. Lalu berpaling.
![]() |
Ilustrasi (Foto : Google Search) |
Bukankah kau meyakini, bahwa diantara kegagalan-kegagalan yang ada, Tuhan menyiapkan satu keberhasilan. Selalu berikhtiar, sebab segala sesuatu itu bergantung niat. Bukan ajang coba-coba mengadu kompetensi. Ada yang bekerja di luar kendali. Saya katakan Tuhan sekali lagi.
Mari belajar perihal mengelola keikhlasan, bersikukuh dengan
ego. Mematangkan kemampuan. Setelah bangkit. Meramu stimulus yang berkali-kali
tak sempat disempurnakan. Memandang apa yang tersaji dalam etalase. Hindari
ragu. Sekalipun ia kadang-kadang datang persis disaat kau lupa semangat.
Kita ini roda, berputar terus. Suatu masa dimana kemudahan
selalu menghampiri. Segala doa begitu mudah terwujud. Dan fase ini berbalik
arah, uji ketahanan mental terasa begitu berat. Kau mesti bangkit atas keterpurukan
rasa. Dan itu susah. Tapi kita bukan kayu korek yang sekali pakai, kita bisa
memanggil semangat kapanpun kita butuh. Harus kau yakini, bahwa dibalik itu
"tepuk tangan" akan mendatangi.
Kondisi seperti tugas kita adalah melewati. Sebab di luar sana
akan banyak rupa-rupa jalan yang kita jumpai. Tentu dibutuhkan, sedikit
pengalaman dan kematangan. Bergegaslah. Janji Tuhan, tak ada yang sia-sia.
***Asri Ismail (30/6/2015)