Friday 16 January 2015

Perempuan dalam Gelas

      Hujan mengguyur malam, tak ada bunyi, kecuali dentingan air mata langit yang masih setia memandikan bunga-bunga malang, tak berpagar, ini cerita Bunga. Tumbuh sendiri berteman dengan blukar. Semakin deras, tak henti-hentinya menaburi tetesan di sekujur tubuhnya. Ia tegak menawan segala hal yang disebutnya badai. Mengokohkan dirinya dalam pelukan musim. Semakin menarik, kumbang berdatangan tak mengenal waktu. Ada yang lupa pulang, menikmati.

     Ia berlari-lari sambil berteriak-teriak, sesekali menawari senyum bagi langit. "Ini berkah, saya mencicipi sajianMu," begitu batinnya bergumam. Hujan belum jua berhenti, rindu Bunga pada sang kekasih semakin dalam. Ia menangis tersedu-sedu diantara rintik air hujan. Tubuhnya kuyub, sepertinya kedinginan. Tak ada kemesraan disetiap pelukan kumbang lain, selalu saja tersiksa karena harapan selalu berbuah sia-sia. Kembang manis itu belum berdiri dari luka lamanya.

   Hari-hari berganti hingga hitungan tahun, Bunga masih sendiri. Siang berteman dengan sepi, malam meniduri sunyi. Ia terperangkap rasa, seringkali menahan dengan air mata. Sang kumbang terbang jauh, entah kapan balik menemui kembang yang setia memoles tubuhnya. Ia hanya yakin, dia akan datang, dalam waktu yang berbaris dengan senyum, kelak membawa keindahan. Dan tak akan pergi lagi.

    Bunga tak butuh etalase. Baginya, ia adalah hiasan yang tak terbeli. Ia mengaku selalu menjumpai wajah-wajah kekasihnya dalam muramnya. Ruang berjeruji, langkahnya mati tepat di ujung bibir kekasihnya. Ironis, deritanya melabeli. Risau sekali, tak pernah berhenti gelisah.

    Berulang kali ia mekar, ilalang di sekitarnya semakin liar. Aroma kekasihnya semakin dekat, namun bayanganpun tak pernah lewat. Bunga terus gelisah, menepi di tepian selokan. Ia semakin resah, jangan-jangan sang Kumbang berkhianat, menabur kemesraan di taman lain.

    Ketika sore tiba, Bunga menanti isyarat lewat tanda-tanda senja. Dan ketika malam merenggut jingganya dari senja, luka kembali lalulalang. Begitu perih nasibnya, kenapa asa yang ditanamnya belum berakar. Sampai kapan ia menunggu.

    Musim hujan telah pergi, di langit malam selalu ada bulan. Ia memimpikan ketukan pintu lalu datanglah sang Kembang dengan sapaan. Sungguh, berdansa di riak-riak air pada pesta sederhana dengan hiasan kecupan berkali-kali begitu dia idam-idamkan. Malam sebentar lagi memanggil pagi. Ia masih saja dalam khayalnya, tiba-tiba ia sadar, pintu bergoyang sepertinya ada tamu. Ia begitu riang,dari kamar. Ia sudah menduga kekasihnya akan datang di kelopak terakhir, dimana lukanya tak lagi bisa berkembang.

     Tak henti-hentinya, ia menampar-nampar pipinya. Ia begitu bahagia, sebab ia percaya dibalik pintu yang terketuk, ada wajahnya kekasihnya menggenggam mawar harum yang akan dipersembahkan untuknya. Tiga langkah lagi, kunci pintu ia buka. Ia memasang ceria, dan membalas salam dari suara luar.

Ilustrasi (Foto :Int)

   Ia membuka pintu, lelaki berkain putih senyum di depannya. "Kekasihku...aku rindu," kata itu keluar dari mulutnya. Ketika ia ingin mendekapkan diri, lelaki itu hilang. Lelaki itu, pergi entah kemana. Hanya ada darah berceceran di sekitar pintu. Ia histeris, ia menyakini bahwa ini tanda-tanda kekasihnya mati tertikam rindunya. Bau tanah menyeruak di sekelilingnya. Sari dari Bunga itu telah tercabut. Kekasihnya telah tiada. Dalam rantaunya, sang Kumbang tak mampu melunasi janjinya untuk datang kembali. Perempuan itu, kembali menangis keras, satu persatu kelopaknya berjatuhan. Rumput-rumput liar melilitnya, hingga kematian juga menjemputnya. Cintanya abadi....


***Asri Ismail (16/01/2015)
  
  


  


Comments
2 Comments

2 comments:

Unknown said...

Mantapppp

Tp aq rada g" ngerti di prgrf 3, kok kembangx yg pergi, sedngkn kumbangx yg tggl memoles diri....sentra di prgf 5, kumbangx yg ditakutkan berkhianat dn menebar kemesraan di taman lain...

Nur Hikmah said...

Setuju sama yang diatas, karakter tokohnya kurang jelas. Mungkin salah ketik...

Entitas dari cerita itu lahir dari perenungan atas ide dan bahasa mewadahi perlakuannya. Menulislah...