Ilustrasi (Foto : Int |
Tapi ya sudahlah, hari ini saya ingin menulis, tentang penyakit
saya. Dan mungkin, hampir setiap yang menamakan dirinya manusia, pernah
terjangkit. Bahayanya bisa menular. Namanya malas.
Dalam beberapa pekan terakhir ini, tugas paling
menyita waktu saya selama saya mencicipi namanya kuliah yakni Skripsi. Setelah
saya melewati ujian Proposal kemarin,
Oktober lalu. Rasa-rasanya mulai jenuh. Semangat saya langsung hilang. Bukan apanya,
waktu itu saya memburu jadwal wisuda bulan Desember. Namun mau apalagi,
tiba-tiba saja, jadwal dipercepat ke bulan November. Berlari sekencang apapun,
saya tidak mungkin dapat memakai toga. Pikirku saat itu.
Perlu diketahui sistem administrasi di jurusan saya
terbilang ribet. Untuk happy ending, saya
mesti melewati tiga tahap, pertama proposal. Alhamdulilah, tahap itu saya
lewati kurang lebih satu bulan bekerja. Setelah proposal, kita mesti melangkah
ke ujian hasil. Hingga sekarang, saya masih dalam proses menuju titik itu. Dan terkahir ujian meja. Kata beberapa teman
saya, jarak waktu antara hasil dan meja, hanya berkisar satu minggu. Belum lagi
persoalan menunggu penguji, pembimbing dan perihal administrasi lainnya.
Dari pada saya memarahi diri sendiri, saya mencoba
menenangkan pikiran saja. Ya mau apalagi, saya harus kembali berjalan terus,
hingga bulan April. Jadwal wisuda berikutnya. Saya sudah meyakinkan diri, bahwa
tidak ada lagi alasan tidak mengakhiri status saya sebagai mahasiswa starata
satu (S1) di tahun 2015 nanti. Tepatnya April ya. Lagian, penelitian saya tidak
terlalu banyak makan waktu, berbeda dengan penelitian tindakan kelas atau
eksprimen, yang memerlukan waktu minimal 2 bulan meneliti. Saya memilih
penelitian kualitatif, sepertinya relatif memudahkan.
Judulnya “Analisis Wacana Buku Sekolah Eektronik SMP Kelas VII dalam Perspektif Teks Gender” cukup mudahkan. Saya hanya butuh “berpacaran” dengan Sara Mills, wanita yang ahli dalam memainkan isu gender. He..he..he..
Oh ya, saya kan tadi janjinya bercerita mengenai
malas ya. Apa yang saya tuturkan diatas, sebenarnya adalah akar masalah kenapa
lagi-lagi penyakit itu menyerang saya. Saya, sepertinya putus asa. Terlalu
banyak orang yang berharap dan akhirnya kecewa sebab ternyata bulan Desember
lagi-lagi berlalu begitu saja. Sakitnya
tuh disini...lirik lagu Cita-Citata.
Bagi saya malas, seperti penyakit yang kapan saja bisa menyerang. Jika, ada orang-orang yang menampung masalahnya berlarut-larut, pada saat itu pula penyakit malas bersarang.
Berdasarkan empirik saya, entah sudah berapa puluh
kali saya mengalami ini. Hanya saja, saya pribadi menafsirkan malas itu bukan
berarti bermurung dalam kamar. Tapi, ada hal prioritas yang saya tanggalkan,
dan menyibukkan diri dengan hal-hal yang lain.Lalu merasa nyaman dengan kondisi
itu. Beberapa kali saya mencoba melawan rasa itu, namun sialnya saya beberapa
kali juga terjatuh dalam dekapan malas.
Anehnya, ketika saya sedang asyik-asyiknya menikmati
kemalasan saya dengan aktivitas lain. Selalu teringat, seperti ada rasa penyesalan.
Ya, seperti Skripsi ini, jika saya pikir-pikir jika saja aku tidak memaksakan
diri untuk mengerjakan hingga selesai. Entah, berapa kali lagi orang tua,
memberi kultum kepada saya. Dan satu hal yang penting, aku tidak mau lagi
bersembunyi terus. Maksud saya, bersembunyi dari pertanyaan-pertanyaan yang
menohok. Kadang ada yang bertanya, “Kapan wisuda, Asri? Masa kuliah lama
sekali,” selalu saya timpali dengan argumen lain. “Ada pertanyaan lain selain itu?,”
tutur saya sambil menundukkan kepala.
Seyogyanya, bagi saya malas itu memang perlu
ditendang jauh-jauh. Sebab, kapan dibiarkan. Dia akan berkembangbiak. Dan
manusia yang digerogoti malas, akan bertambah penyakitnya. Manusia itukan akan
semakin apatis dengan teguran orang-orang disekitarnya. Tak peduli apapun orang
bilang terkait dirinya. Dan itu bahaya, karena penyesalannya bakal
berlarut-larut, kata Bosku begitu.
Mulai hari ini, tak ada lagi kata malas. Saya, tidak boleh berleha-leha terlalu lama. Saya harus menuntaskan janji. Ini ikhtiar saya, tapi kan menilai nilai seseorang itu dilihat dari tindakan di lapangan. Tolong, tegur saya jika mencoba lagi lari...Mari bersama-sama menggulung malas. (*)
***Asri
Ismail (7/12/14)