Angin tak henti-hentinya menarik terik.
Suguhan langit pada kesetiaan menyinari.
Lewati
bulan-bulan, waktu bersama cahayanya.
Kunang-kunang berhenti menjaga malam.
Bunga, termasuk di
taman.
Masih belajar perihal kuncup, mekar jangan ditanya.
Kemarau sore, pagi,
siang juga malam.
Padang ilalang, kau sebut bunga-bunga.
Sampai kapan dusta
berhenti menuai.
Air, lengkap dengan
segala pembelaannya.
Hari ini dan beberapa puluh hari sebelumnya, kita menikmati
pertanyaan sama.
Kenapa belum juga datang? Rentang waktu belum menjawab.
Itu
hujan.
Kali ini, kita
menanti padang.
Dengan tawaran oase menahan haus.
Lihat mereka Tuhan, manusia
bersama ilusinya.
Air mata langit, tak kunjung bertandang.
Mungkin butuh
pukulan, bahkan tikaman, katanya supaya menangis.
Ah..aku juga seperti mereka.
Pohon tahu, kenapa
daun lama berganti hijau.
Pula, ikan atas air menggenanginya.
Dan penghuni-nya
yang kita sebut manusia, lelah karenanya.
Berhentilah, berpura-pura atas
murammu, langit.
(Foto : Searching internet) |
Kini, kita memikul
harapan.
Untuk langit berserta empu-Nya.
Kabari kedatanganmu, agar tidak ada haus
yang mati atas khianat hujan.
Lagi-lagi, kami minta ganti cobaan ini.
Hujan
terlalu lama sembunyi, semoga tak lupa, Tuhan.
**Asri Ismail