Sore ini, aku dan kedua teman KKNku diajak oleh Pak
Natsir bapak posko kami, yang saat ini bekerja sebagai polisi di Polres
Soppeng. Kami berangkat ke sebuah perkampungan yang berjarak sekitar 5 km dari
posko. Dengan mengendarai motor, kami pun melaju ke tempat tersebut.
Jalanan yang tak beraspal alias hanya berbatu-batu,
berikut hutan jati yang menjadi pemandangan indah dalam perjanan kami, memasuki
kampung itu hampir 2 km tak ada rumah yang kami temui, yang ada hanyalah
pohon-pohon jati, semak-semak belukar dan beberapa petani yang lalulalang
menuju ke kebunnya.
Setiba disana, kami langsung bertandang ke rumah
yang kami maksud. Seorang ibu dan kedua anaknya menyambut kami dan meminta kami
naik di rumah kayu miliknya. Kami lalu disuguhkan minuman dan kue, tapi saya
kurang tau kue itu apa namanya, yang jelas semacam kue tradisional, bentuknya
lebar dan berwarna putih, berisikan kelapa.
Oh ya, kampung tersebut bernama desa Ompo, di lingkungan
itu jarak antar rumah saling berjauhan, di rumah yang aku singgah saja nampak
hanya ada 5 buah rumah di sekelilingnya.
Sambil menyeduhkan minuman yang tadi disuguhkan,datang
lelaki paruh baya kalau saya taksir sudah sekitar 50 tahun usianya, berkulit
hitam, mungkin akibat sengatan matahari yang setiap hari membakar tubuhnya. Dia
begitu tampak kurus, kumisnya pun sudah beberapa helai memutih. Baju bergambar
salah satu partai, tak terlihat jelas lagi sebab warnanya telah bercampur
dengan tanah.
Sebatang rokok dihisapnya, asap-asapnya berhamburan
di sekeliling mulutnya. Ia duduk, dan menyilangkan kakinya. Celana pendek
berwarna putih ia pakai pun sudah berwarna coklat tanah. Ia bernama Pak Dauda,
lelaki ini memiliki 5 orang anak, 3 lelaki dan 2 prempuan. Anak sulungnya,
sementara ini sudah bekerja, sementara 3 orang anaknya masih kuliah di salah
satu perguruan tinggi negeri di Makassar. Sementar yang satunya masih duduk di
bangku kelas 3 SD.
Menurut keterangan istrinya, Pak Dauda sama sekali
tak pernah mengeyam yang namanya pendidikan. Pekerjaannya hanyalah bercocok
tanam. Namun, ia tak mau kalau sampai kelima mengikuti jejak dirinya yang buta
dengan dunia pendidikan.
Sebenarnya, tujuan kedatangan kami di rumahnya
adalah untuk mengambil pesanan Bassing-bassing
, salah satu alat musik tradisional yang minggu lalu di pesan bapak posko. Saya
juga baru tahu kalau pria tua tadi itu, begitu hebat membuat alat musik seperti
itu. Ternyata, di masa mudanya Pak Dauda memang sudah terampil memainkan
sejumlah alat musik tradisional. Dari kampung ke kampung ia tempati bermain musik,
bahkan tak jarang lintas kabupaten.
![]() |
Bassing-Bassing (Fhoto : Asri Ismail) |
Sebelum pamit, Pak Dauda menyempatkan diri untuk
memetik kelapa muda di samping rumahnya, kelapa tersebut kami bawa pulang ke
posko. Terima kasih untuk hari ini Pak Dauda, kami salut dengan dirimu.
Asri_Ismail
(3/3) Posko KKN-PPL UNM