Monday, 24 October 2011

Kampusku "Mati Suri"

Sejenak kutermenung di sebuah tempat, dimana dulunya sering disambangi oleh para intelektual kampus. ya, tempat itu bernama Gasibo, ukurannya relatif kecil dan berbentuk lingkaran berwarna hijau. Bahkan jarang terlihat lagi orang-orang yang melintas disekitar tempat itu. Terkadang ku bertanya dalam hati, kemana mereka semua? bukankah disini telah banyak lahir orang-orang kritis dan pemikir cerdas.
Suara-Suara perang argumen juga tak lagi kedengaran, padahal dulunya hampir setiap saat terlihat sejumlah orang dalam berbagai kelompok membuat forum diskusi. Para
organisatorpun tak nampak lagi, baju-baju simbol kelembagaan yang selalu jadi kebanggan kini hanya digantung dalam ruang peristirahatan para fungsionaris lembaga itu. Bahkan atribut kelembaggan disulap jadi gantungan tas.

Beberapa gembok besar terpampang pada setiap pintu-pintu yang ada dalam Sekretariat. aksi saling cuek antara mahasiswa dengan birokrasi juga terjadi. “Siapa lo, Siapa gue” tampaknya kalimat ini menjadi patut disandang oleh masyarakat kampus ini, penghuni lama dan penghuni baru tak ada lagi saling sapa.
Deru genderang dan suara lantang yang sering dipertontonkan oleh para generasi oemar bakri ini diganti dengan suara jangkrik yang berbunyi nyaring. Yang nampak hanyalah aktifitas perkuliahan, dimana dosen menjelaskan di depan, tapi beberapa mahsiswa dibelakang malah bermain Internet lewat jejaring sosial, makan cemilang, atau tidur.
Rasa takut dan panik juga menghantui hampir setiap mahasiswa yang menimba ilmu dikampus itu. Mereka ditakut-takuti oleh aturan kampus yang tidak jelas seperti apa. “Kalau anda melanggar siap-siap terima sangsi DO atau skorsing,” Kata ini paling sering dilontarkan oleh Birokrasi untuk mahasiswa.
Tapi, inilah yang terjadi di Fakultas Bahasa dan Sastra ( FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM). Kondisi ini muncul sebagai efek dari pemecatan 19 mahasiswa FBS pada 5 september lalu yang dinggap telah melanggar intruksi rektor terkait pengadaan Penyambutan terhadap Mahasiswa baru yang dilaksanakan oleh para pengurus lembaga.
Ini juga berimbas terhadap pembekuan 24 lembaga yang bernaung di fakultas Ungu ini. Ruang-ruang tempat mahasiswa berbagi ilmu dan pengalaman kini hanya diisi oleh sarang-sarang nyamuk.FBS telah mati, kondisi tersebut menjadi simbol bukti kematianya.
Teriakan hidup mahasiswa, hidup rakyat sudah tidak ada lagi, aksi protes terhadap kebijakan birokrasi yang dianggap salah kini telah lenyap ditelam aturan.
Lantas, akankah susana akademisi yang nantinya akan berlanjut?……………………..semoga tidak.

Comments
1 Comments

1 comment:

Asri Ismail said...

Bagi siapapun yang membacanya, tolong dikoment..............

Entitas dari cerita itu lahir dari perenungan atas ide dan bahasa mewadahi perlakuannya. Menulislah...